Membedah Khasiat Daun Kelor (Moringa oleifera) dalam Pembuatan Sabun Kulit

Kebersihan diri atau hygiene merupakan suatu hal penting yang harus diperhatikan terutama kebersihan tangan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas di era pandemi Covid 19.  Satu hal yang perlu dipahami bahwa situasi pandemi Covid-19 banyak memberikan perubahan kepada masyarakat hampir di seluruh dunia. Perubahan yang terjadi salah satunya masyarakat semakin peduli terhadap kesehatan, kebersihan diri, serta lingkungan. Sabun dan handsanitizer menjadi barang vital yang sangat akrab dengan kita saat ini, tersedia di setiap penjuru tempat, dan menjadi kebutuhan setiap saat. Mencuci tangan dapat dilakukan dengan menggunakan air dan sabun, atau gel antiseptik. Namun penggunaan jenis sabun yang tidak tepat, sering menimbulkan dampak lain yang tidak diharapkan pada kulit.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan mencuci tangan, dapat menurunkan jumlah kuman pada telapak tangan sekitar 58%. Menurut WHO (2013) penyebaran bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli paling sering ditularkan dari tangan ke tangan. Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif mikrokokus yang sering dianggap sebagai patogen utama bagi manusia, sedangkan Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif yang memiliki kandungan peptidoglycan lebih sedikit dan kandungan lipid lebih banyak.

Gambar 1. Struktur peptidoglycan pada Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. (ikatan glikosida menghubungkan gula di dalam untaian glycan secara kovalen)

Dari berbagai jenis sabun yang pernah kamu gunakan, pernahkah terpikir bagaimana proses membuatnya? Secara definisi, sabun terbuat dari lemak atau minyak yang dicampur dengan alkali, prosesnya dikenal dengan saponifikasi.  Dalam produk sabun, antibakteri dibutuhkan untuk menjaga kadar bakteri dalam sabun agar sesuai dengan ketentuan SNI dan juga membunuh kuman yang menempel di badan sehingga memberikan efek psikologis yang positif bagi konsumen.

Mekanisme antimikroba dalam membunuh bakteri dapat terjadi melalui penghambatan sintesis asam nukleat, penghambatan fungsi selaput sel, sintesis dinding sel, serta sintesis protein. Salah satu antibakteri sintetis yang umum digunakan dalam produk sabun adalah triklosan. Posisi antibakteri sintetis ini dapat digantikan menggunakan antibakteri alami yang terdapat pada berbagai tanaman.  Belakangan sabun herbal juga tak kalah populer karena kandungannya alami dan tidak berisiko menimbulkan iritasi bagi kulit sensitif.

Perbedaan utama sabun herbal dengan sabun biasa adalah tidak banyak menggunakan substansi kimia. Sebagian besar kandungannya adalah bahan-bahan alami yang telah dikeringkan. Bagi yang belum pernah mencoba, membuat sabun herbal bahkan bisa dilakukan di rumah masing-masing. Tak ada batasan substansi alami apa yang digunakan untuk membuat sabun herbal. Apapun bisa digunakan, yang terpenting sudah dikeringkan terlebih dahulu. Beberapa jenis bahan yang bisa dipakai diantaranya: lavender, daun mint, lemon, mawar, serai, cengkeh, melati, lidah buaya, daun kelor, dan masih banyak lagi tanaman herbal lainnya yang bisa digunakan untuk membuat sabun herbal sendiri. Beberapa tanaman herbal dikenal dengan khasiat yang baik untuk kulit, seperti melembutkan hingga mengatasi iritasi. Salah satunya adalah pohon kelor.

Gambar 2. Daun Kelor dan Serbuk Kelor yang telah dikeringkan

Daun Kelor mengandung zat fitokimia yang membuat tanaman mampu melakukan mekanisme pertahanan diri. Fitokimia pada tanaman dibedakan menjadi metabolit primer dan sekunder. Metabolit sekunder diproduksi dalam jumlah yang sedikit tetapi memiliki arti yang penting pada tanaman. Senyawa metabolit sekunder seperti flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, steroid, dan terpenoid diketahui berfungsi sebagai antimikrobia yang dihasilkan oleh tanaman.

Ada dua metode pembuatan sabun herbal bentuk padat yang bisa dilakukan yaitu hot process dan cold process. Dalam proses pembuatan panas, adanya panas eksternal mempercepat proses konversi minyak atau lemak menjadi sabun. Proses yang disebut saponifikasi ini terjadi ketika minyak atau lemak bercampur dengan larutan alkali. Umumnya sabun langsung bisa digunakan keesokan harinya, namun tunggu satu pekan jika ingin sabun dengan tekstur lebih padat.  Dalam pembuatan sabun herbal dengan proses dingin, panas yang dimanfaatkan adalah panas internal yang secara alami dihasilkan dalam proses saponifikasi.  Umumnya sabun akan mengeras setelah 4-6 minggu. Meskipun lama, banyak orang memilih metode ini karena lebih lembut perlakuannya terhadap minyak dan tanaman herbal yang digunakan.

Untuk pembuatan sabun herbal dengan proses panas, bahan yang perlu disiapkan adalah: 600 ml minyak kelapa; 300 ml minyak zaitun; 250 ml air suling; dan 150 ml lye (cairan hidroksida logam).  Adapun peralatan yang diperlukan adalah: Slow cooker, Container plastik/kaca/stainless steel, Timbangan dapur digital, Spatula, silicon, Blender tangan, Thermometer, Cetakan silicon, dan Pemotong sabun.  Selain alat di atas, berbagai perlengkapan untuk keamanan juga perlu disiapkan, seperti kacamata, sarung tangan latex, dan apron. Juga disarankan untuk mengenakan pakaian lengan panjang guna menghindari terkena panas. Disarankan agar pembuatan sabun herbal dilakukan di ruangan dengan sirkulasi udara yang baik.

Tabel 1. Cara pembuatan Sabun Herbal dengan Proses Panas

NO.

LANGKAH

1

Tuangkan minyak kelapa ke dalam wajan/panci/slow cooker.

2

Setelah minyak kelapa meleleh, siapkan lye. Perlahan, tambahkan lye pada air (jangan sebaliknya).  Aduk air yang sedang dituangi lye menggunakan spatula silicon dengan hati-hati.  Diamkan adonan lye dan biarkan dingin selama 15-20 menit.

3

Tambahkan minyak zaitun ke dalam minyak kelapa telah benar-benar meleleh, dan aduk rata.

4

Setelah minyak mencapai suhu +/- 50oC , siapkan blender di samping slow cooker.

 

5

Tuangkan lye secara perlahan untuk menghindari cipratan, kemudian aduk rata.

 

6

Nyalakan blender dengan mode paling pelan dan aduk dengan gerakan melingkar selama 10-15 menit.

7

Tunggu hingga adonan mengental seperti pudding.

8

Tutup slow cooker dan masak selama 50 menit. Apabila adonan mengeluarkan gelembung, aduk perlahan. Matikan slow cooker dan dinginkan adonan.

9

Tambahkan essential oil atau pewarna bila perlu.

10

Tuangkan adonan pada cetakan sabun, ratakan permukaannya dengan spatula. Pastikan tidak ada gelembung tertinggal setelah menuangkan ke cetakan. Tambahkan tanaman herbal di bagian atasnya.  Setelah semua tahapan tuntas dilakukan, diamkan adonan dalam cetakan selama 24 jam.

Ekstraksi Daun Kelor dapat dilakukan dengan metode maserasi, yang  merupakan cara sederhana untuk ekstraksi senyawa fitokimia yang terdapat pada tanaman. Langkah pertama, pembuatan serbuk daun kelor, daun dikeringkan menggunakan oven pada suhu 40 ºC hingga kadar air <10% kemudian diblender dan diayak dengan ayakan 60 mesh dengan tujuan untuk memperkecil luas permukaan sehingga bahan dalam serbuk dapat lebih mudah diekstrak. Proses ekstraksi berlangsung selama +/- 24 jam, setelah itu ekstrak yang diperoleh di waterbath pada suhu 70 ºC selama 2 jam agar senyawa aktif dapat terekstrak secara maksimal.

Umumnya, hasil akhir dari metode panas lebih tampak kasar dibandingkan dengan metode dingin. Kelebihan dari membuat sabun herbal sendiri adalah bisa memilih jenis tanaman herbal yang digunakan, sekaligus essential oil yang diinginkan. Pilih jenis essential oil yang aman diaplikasikan langsung untuk kulit. Apabila tidak ingin menggunakan lye, maka pilih soap-base dengan metode melt-and-pour yang biasanya dijual online.

Saat ini sabun cair lebih diminati oleh konsumen karena penggunaannya lebih praktis, mudah dibawa berpergian, dan jika digunakan secara bersama akan lebih higienis dibandingkan penggunaan sabun padat bergantian. Pembuatannya dapat dilakukan dengan mudah, seperti terlihat pada tabel 2.

Tabel 2. Pembuatan Sabun Herbal Cair

NO.LANGKAH
1Masukkan 20 gram Sodium Lauret Eter Sulfat (SLES) dan 10 gram Sodium sulfate ke dalam wadah.
2Aduk hingga memutih dan berbentuk gel.
3Tambahkan 150 ml air isi ulang/aquadest sedikit demi sedikit ke dalam wadah.
4

Tambahkan: 3 mL    cocamidopropyl betain;

2,5 mL glucotain;

0,25 gr EDTA2Na;

2,5 mL gliserin; dan

5 mL    ekstrak daun kelor.

5Adonan diaduk hingga homogen.

 

Gambar 3. Sabun Kelor Cair

Berdasarkan hasil uji anti bakteri  di laboratorium Kimia Organik ITB, rerata zona hambat sabun kelor dengan variasi konsentrasi: 5%, 10%, 20%, 40%, 80% (w/v) terhadap bakteri S. aureus diperoleh hasil masing-masing sebesar 24,25; 24,88; 25,42; 25,55; dan 28,23 mm, sedangkan rerata zona hambat terhadap bakteri E. coli diperoleh hasil yang lebih kecil yaitu: masing-masing sebesar 22,20; 23,02; 23,96; 24,96; dan 26,43 mm. Diameter zona hambat bakteri dikategorikan kekuatannya berdasarkan penggolongan David and Stout. Data tersebut menunjukkan bahwa  semakin besar konsentrasi eksrak daun kelor yang terkandung dalam sabun cair, memiliki  kemampuan menghambat bakteri bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Upaya penambahan ekstrak daun kelor dalam inovasi pembuatan sabun ini, selain untuk pemanfaatn keanekaragaman hayati tropis yang berkelanjutan, juga dapat mengurangi ongkos produksi.

Gambar 4. Uji Daya Hambat Bakteri

Penulis : Yulvianah, S.Pd., M.Si.P (SMA Negeri 2 Bandung)

Facebook
WhatsApp
Twitter

Leave a Reply

Scroll to top
Skip to content